Bu Tejo Sowan Jakarta (2024) adalah komedi satir karya Andibachtiar Yusuf yang membawa karakter legendaris Bu Tejo dari kampung ke hiruk pikuk ibu kota. Bukan sekadar perjalanan, tetapi kisah tentang keberanian rakyat kecil menghadapi birokrasi, politik, dan omongan orang—dengan gaya khas Bu Tejo yang ceplas-ceplos, pedas, tapi selalu tepat sasaran.
SINOPSIS
Bu Tejo Sowan Jakarta (2024) melanjutkan petualangan Bu Tejo, ibu-ibu kampung yang terkenal karena mulutnya tajam dan keberaniannya luar biasa. Setelah memenangkan pemilihan kepala desa, Bu Tejo mendapati bahwa memimpin kampung ternyata tidak sesederhana mengatur arisan. Warganya mulai menuntut banyak hal: pembangunan jalan, bantuan usaha, dan fasilitas kesehatan yang lebih layak. Namun ketika laporan dan proposal yang ia ajukan ke pemerintah daerah selalu ditolak tanpa alasan jelas, Bu Tejo memutuskan untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan kepala desa sebelumnya—“sowan” ke Jakarta.
Dengan modal nekat, baju terbaik, dan tekad bulat, Bu Tejo berangkat menggunakan bus ekonomi bersama asistennya Bu Sarmi, serta pemuda kampung bernama Gilang yang ditarik menjadi juru ketik sekaligus perekam perjalanan. Mereka pikir Jakarta akan menyambut dengan ramah. Nyatanya, kota itu menjadi labirin penuh calo, janji palsu, orang sok penting, dan peraturan yang muter-muter tanpa ujung.
Begitu tiba di kantor kementerian, mereka dihalangi satpam yang dingin, pegawai yang sibuk scrolling ponsel, hingga staf khusus yang meminta “biaya pelicin”. Alih-alih menyerah, Bu Tejo malah balik menyemprot: “Aku iki nyuwun hak rakyat. Ora tuku kursi!” (Ini bukan beli jabatan—ini hak rakyat!) Kata-katanya viral ketika Gilang tanpa sengaja mengunggah videonya ke media sosial. Dalam hitungan jam, Bu Tejo berubah menjadi sorotan nasional.
Namun popularitas mendadak itu membuat banyak orang mendekat dengan kepentingan masing-masing. Ada influencer yang ingin memanfaatkan Bu Tejo untuk konten, ada politisi yang pura-pura peduli, bahkan ada pejabat yang berusaha mendiamkannya dengan imbalan. Bu Tejo terus menolak. Baginya, tujuan ke Jakarta bukan untuk terkenal, tetapi menyelesaikan masalah kampungnya.
Konflik memuncak ketika Bu Tejo akhirnya mendapat kesempatan bertemu pejabat tinggi, tetapi rapat itu berubah menjadi jebakan. Data pembangunan kampungnya diklaim sudah “selesai di atas kertas”, padahal warga tidak merasakan apa-apa. Bu Tejo sadar bahwa ia sedang berhadapan dengan sistem korup yang lebih besar dari sekadar satu tanda tangan. Dalam adegan emosional, ia berbicara lantang dengan logika sederhana namun menusuk:
“Negara kui ngurus rakyat cilik. Yen kowe ora ngerti rakyatmu, terus kowe kui ngurus sopo?”
Pidatonya kembali viral. Media menyorot, warga kampung turun mendukung, dan tekanan publik membuat kementerian akhirnya turun langsung ke desanya. Jalan diperbaiki, bantuan UMKM cair, dan puskesmas kecil mulai dibangun. Bu Tejo pulang sebagai pahlawan tanpa seragam, menunjukkan bahwa suara rakyat kecil bisa mengguncang gedung tinggi—asal berani bicara.
Namun film tidak menutup dengan kemegahan. Malam sebelum tidur, Bu Tejo menatap kampungnya yang mulai berubah. Ia tersenyum kecil, sadar bahwa perjuangan tidak selesai dalam satu perjalanan. Selama masih ada ketidakadilan, Bu Tejo akan terus bersuara. Dan dengan gaya khasnya, ia berkata sambil terkekeh: “Yen kowe salah, yo tak ngomongi. Aku iki ora iso meneng.”
Bu Tejo Sowan Jakarta (2024) adalah komedi satir cerdas, menggigit, dan relevan, menampilkan keberanian rakyat biasa menghadapi sistem yang sering pura-pura tidak melihat. Film ini lucu, lantang, dan menyentuh—menghadirkan Bu Tejo sebagai simbol suara masyarakat kecil yang tidak bisa dibungkam.
Tonton langsung Bu Tejo Sowan Jakarta (2024) subtitle Indonesia cuma di Filmkita21, dan rasakan bagaimana mulut pedas Bu Tejo bisa mengubah ibu kota.












